Program pembangunan tiga juta rumah yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto menjadi salah satu fokus utama dalam pemerintahan baru. Program ini bertujuan untuk menyediakan hunian yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan pendapatan di bawah Rp8 juta per bulan. Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah program ini realistis dan dapat direalisasikan dalam waktu yang ditentukan?
Rincian Program
Program ini menargetkan pembangunan sebanyak 500.000 unit rumah pada tahun 2025 sebagai bagian dari upaya menciptakan akses hunian yang layak. Lahan yang akan digunakan untuk program ini berasal dari berbagai sumber, termasuk aset negara hasil penyitaan tindak pidana korupsi, aset Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), lahan rampasan eks Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB), serta donasi tanah dari korporasi melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Maruarar Sirait, menegaskan bahwa program ini bukan hanya tentang membangun rumah, tetapi juga membangun harapan dan memperkuat keadilan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan. “Ini adalah langkah konkret dalam mengatasi kesenjangan akses perumahan di Indonesia,” ujarnya
Tantangan dan Kritik
Meskipun program ini disambut baik oleh masyarakat yang kesulitan membeli rumah, banyak pihak yang meragukan realisasi program ini. Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, memberikan kritik keras terhadap kebijakan ini. Ia mempertanyakan sumber tanah yang akan digunakan dan kemampuan masyarakat untuk membayar cicilan rumah. “Kalau seperti mau bikin 3 juta rumah, saya ingin tahu cara bangunnya gimana? Tanahe, tanahe sopo? Cicilane piro?” ungkapnya dalam pidatonya.
Konsultan properti Anton Sitorus juga pesimistis dengan realisasi program ini, mengingat pengalaman pemerintahan sebelumnya yang tidak berhasil memenuhi target pembangunan rumah. “Ini sebenarnya program yang seperti mengada-ada kalau menurut saya,” katanya.
Dukungan dan Pendanaan
Untuk mendukung program ini, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp5,27 triliun pada tahun 2025. Selain itu, pemerintah juga berencana untuk menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah di bawah Rp2 miliar selama enam bulan ke depan, serta menghilangkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi 0 persen.
Pemerintah juga menggandeng beberapa perusahaan besar untuk berkontribusi dalam pembangunan rumah. Salah satunya adalah Agung Sedayu Group, yang berkomitmen untuk membangun rumah susun gratis bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Tangerang.
Program tiga juta rumah Prabowo untuk masyarakat berpenghasilan rendah memiliki potensi untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat yang membutuhkan hunian. Namun, tantangan dalam hal pendanaan, ketersediaan lahan, dan kemampuan masyarakat untuk membayar cicilan menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Dengan dukungan yang tepat dan strategi yang realistis, program ini bisa menjadi langkah konkret dalam mengatasi masalah perumahan di Indonesia.